“Reading
A million BooKS”
ProGam
“Berhenti menghujat gelap, nyalakan lilin”
Belantara dunia begitu kompleks, rumit, dan butuh banyak
pengetahuan untuk tetap kompetitif dalam menapakinya. Dunia begitu indah, adzan
berkumandang, Al-Qur’an dikaji dan diucap, gemerlap lampu-lampu taman,
hotel-hotel berbintang, gedung-gedung pencakar langit, kendaraan mewah
lalu-lalang, merajalela industri fashion di
Eropa, keindahan Raja ampat, China dan India yang tumbuh pesat, dentuman musik
tanpa henti, atau mobilisasi uang di tangan para borjuis. Dunia juga begitu
buruk, si miskin mengeluh, si kaya kekurangan, negara rusak, rakyat membabi
buta, anak jalanan mengais recehan, negosiator tendensius zionis, jalanan di
gang-gang Red Light Belanda, free sex ala Hongkong, kasino-kasino
judi di Singapore, HIV/aids di Afrika, eksploitasi buruh oleh Nike, atau Mafia
berkedok kiai. Entahlah, apa sebenarnya tema dunia ini. Tukang becak bilang,
temanya pemerintah menekan rakyat miskin. Sri Mulyani bilang, temanya
pembangunan ekonomi ala liberalis. Professor ekonomi China bilang, temanya The
Rising Dragon. Dokter bilang, temanya perang melawan penyakit. Guru bilang,
temanya belajar tiada akhir. Ustadz bilang, kiamat dan surga serta neraka
adalah juga tema.
Kilas wajah pendidikan |
Whatever, yang jelas setiap
diri kita memiliki konsep, asumsi, persepsi, pandangan, nilai, belief, juga
meme yang menjangkit. Terkadang kita memang terkesan terjebak kedalam alam
pikiran sendiri. Memandang wajah dunia tak semisal membalik telapak tangan.
Jika diibaratkan, barangkali seperti permainan puzzle anak-anak TK yang labil. Yang ketika kita pasang satu per
satu potongan-potongannya, pada akhirnya akan membentuk sebuah penampakan yang
beragam. Bisa jadi muncul bunga, ayam, kelinci, menara, bintang atau gambar
mobil. Sebab itu cobalah untuk melihat sesuatu yang invisible dari yang visible,
meski tak sederhana. Bagaimana caranya?,
salah satu caranya adalah dengan membaca sebanyak mungkin buku. Ini
seperti hanyalah cara konvensional bagi beberapa orang. Toh belajar bisa
dilakukan kapan saja dan dimana saja. Banyak jalan menuju Roma, ya menuju
Jakarta juga banyak wong jalan juga
nyambung kemana saja. Tapi setidaknya, bumi dunia ini masih terasa cukup aman
untuk ditinggali juga karena buku itulah saya kira. Sehingga kita tidak harus
pindah ke Bulan, Mars, Pluto, atau ke Jupiter dengan tornadonya, bahkan dunia
antah berantah. Karena membaca sejatinya mencegah dari kebrutalan.
Sehingga jasa buku sangatlah
besar, terlebih penulisnya, sang pencatat dilalah. Sebuah kutipan terkenal
telah tercatat dalam buku, yang oleh banyak orang dinisbahkan kepada salah satu
the fouding fathers kita, M. Hatta.
Demikian, “Aku rela dipenjara asalkan dengan buku, karena dengan buku aku
bebas”. Bebas, seperti kata itulah indonesia hari ini yang enyah dari dari
imperialisme dan kolonialisme penjajah. Itu menjadi bukti, bahwa siapa saja
yang mengharapkan kebebasan dari belenggu keterpurukan maka harus berhubungan
dengan buku. Membaca dunia, pun jendela akhirat, mengarungi ilmu, lewat
kata-kata, rangkaian huruf, goresan tinta. Amanat dari pesan ini adalah bahwa
kita harus menanamkan kebiasaan membaca buku dalam hati dalam-dalam. Sebab
“bisa” karena “biasa”. Progam ini, “Membaca Sejuta Buku” adalah progam yang
dimaksudkan untuk membangun diri kita masing-masing. Bahwa didalam menjalani
hidup yang sesaat, selama hidup minimal setiap individu dengan kesadaranya
sendiri membaca “minimal sejuta buku”. Marilah kita menjadikanya sebagai sebuah
gerakan sosial yang masiv dampaknya
bagi kesejahteraan. Yang perlu ditekan disini ialah kegiatan ini dilaksanakan
dengan benar-benar “berangkat dari hati”, dan bukan “dengan keterpaksaan”.
Seperti yang telah kita akui
bersama hal tindakan yang muncul dari segumpal daging qolbu tersebut selalulah
kebajikan, apapun itu. Tidaklah air suci mengalir kecuali dari sumber yang suci
pula. Artinya jika tanpa disertai kesadaran dan keikhlasan untuk mencari ridho
Allah Swt. maka tentu itu bukanlah makhsud dan tujuan progam ini dibentuk. Kenapa harus membaca sejuta buku?, alasanya
sederhana. Dari buku, banyak ibu-ibu super yang berhasil mendidik anaknya
menggapai cita. Dari buku, para guru telah menghasilkan jutaan pemimpin negeri
dan menteri-menterinya yang berderet. Dari buku, ketinggian ilmu agama
disuguhkan oleh para kiyai sebagai pedoman bagi umat islam. Dari buku,
perdamain tercipta, para dermawan berzakat, pelajar mencari ilmu, hukum Alloh
ditegakkan, kejujuran dipupuk, kebenaran jadi peneguh. Dan dari buku, saya pun
anda masih rela mengabdikan diri bagi terwujudnya kemenangan bagi kebajikan
disaat kepentingan ekonomi dan politik serta cinta membutakan sebagian besar
saudara kita.
Bayangkan, jika setiap orang
berinteraksi dengan kesadaran akan mulianya menjadi berilmu. Berapa banyak
kemiskinan yang mampu kita entaskan. Berapa banyak orang tua yang tidak harus
membangung pola broken home sampai
pada akhirnya meramaikan pengadilan agama dengan perceraian. Berapa banyak
anak-anak yang menganggap lumrah para wanita malam berjalan bersama pria-pria
hidung belang di daerah industri prostitusi alias esek-esek 24 jam dengan hotpants-nya tanpa masa depan cerah sedang
mereka butuh pendidikan bisa dicegah. Berapa banyak konflik sosial yang
terhindarkan jika semua orang sepaham membela kebaikan dan kesejahteraan
tertinggi. Berapa banyak korupsi, pengedar narkotika, perampok atau penggunjing
diacara infotaiment televisi yang akan tersadar dan terdidik. Berapa banyak
wanita terhormat yang bisa diselamatkan dari gantung diri setelah MBA, aborsi,
dan menghisap morfin.
Ya, memang buku pun akan akan
besar berdampak mempengaruhi otak dan pikiran kita sebagai manusia. Bahkan anda
akan terklasifikasikan sebagai para peniru mindset
leftside, rightside, radikal, moderat, atau konservatif pun, itu saya kira
juga sangat tergantung dari buku apa yang anda baca. Tapi terlepas dari itu
semua, bahwa tujuan kami para pemuda bangsa ini adalah menyuarakan ide, ide
bagi bangsa ini, ide perubahan. Kami orang-orang yang suka bicara kebaikan
percaya takkan kalah dengan para munafik negeri ini. “Individually we change
ourself, together we change the world”. Tidak peduli
anda tua, paruh baya, atau pemuda yang masih lugu-lugunya berpikir tentang
pacaran dengan cinta monyetnya, bahkan masa depan warna-warni yang dirasa sulit
dibangun. Saya sebagai saudara muda, secara pribadi dan komunal mengajak anda
bergabung dalam gerakan ini, gerakan bagi islam, gerakan bagi diri sendiri, dan
gerakan bagi Indonesia yang lebih bermartabat.
Mari kita jadikan gerakan ini
sebagai konstitusi sosial yang tidak tertulis yang akan sangat berperan membangun
pola pikir serta budaya baca berkelas eksekutif. Karena pendidikan milik siapa
saja. Tanpa terkecuali anak-anak jalanan, pengemis, perampok, PSK, penjudi,
mafia, atau para atheis sekalipun. Meskipun bukan kementrian pendidikan negara
yang menghimbau, bukan pula keluar dari mulut seorang yang sempurna, bukan
tentu sepenuhnya akan berhasil menciptakan kesejahteraan terbaik. Namun, apakah
kita hanya akan diam dan terus-menerus diam menjadi penonton kekacauan negeri
ini sedangkan sekarat telah menunggu ditikungan jalan bangsa ini. Apa yang
kalian bimbangkan?, menghargai keraguan memang kadang diperlukan. Tapi kita
lebih butuh ketegasan. Kami generasi muda memohon, tak peduli anda di level begining, intermediate, atau advance dalam perkara demikian. Suarakanlah pesan ini
pada setiap anggota bangsa, warga negara Indonesia khususnya, dan masyarakat
Islam di seluruh dunia untuk terus belajar tanpa henti, “Membaca Sejuta Buku”,
membaca sejuta ilmu.
Berjibun orang berusaha lulus
dari sekolah mati-matian hanya untuk pada akhirnya berhenti total mengkaji ilmu
secara takzim. Alangkah indahnya pembicaraan dan wacana yang akan bergaung
dipetak-petak kehidupan, dan bukan debat kusir, bukan percekcokan, bukan kedengkian hasad, bukan kenaifan, bukan
kelinglungan, bukan hujatan, bukan pula keluhan, yang ada hanyalah kesejatian
al-furqon yang dimenangkan. Kitalah yang harus menanamkan biji beserta humusnya
didalam dada para anak-anak. Karena kita wajib memahami, melihat anak-anak
adalah persis seperti melihat masa depan. Meskipun mungkin kita tidak akan
melihat buahnya, atau bahkan berbuah atau tidak pun.
Alkisah seorang tua di suatu
negeri sedang menanam tanaman yang jika diperkirakan buahnya akan dapat diambil
seratus tahun lagi. Lantas, lewatlah rombongan petinggi kerajaan lengkap
beserta awak pengawal keraton. Di simpang jalan itu raja pun berhenti dan
menghampiri si kakek lalu mengajukan beberapa pertanyaan. “Wahai pak tua,
kenapa gerangan engkau menanam tanaman yang tidak mungkin dapat engkau nikmati
manfaatnya?, bahkan sebelum daunya lebat pun umurmu pun barangkali tak sampai
cukup melihatnya”, ucap sang Agung dengan luhur. Lalu si kakek menjawab, “Wahai
yang mulia, bukankah pendahulu kita dulu juga telah menanam sehingga kita
menikmati manfaatnya hari ini”. “Benarlah engkau wahai petinggi adab,
menciptakan sebab yang baik merupakan kebajikan”, sahut sang raja meneguhkan. Kadang
aku berpikir, siapa yang lebih berhak dicontoh lebih daripada Rasululloh?. Sedang
kita sebenarnya adalah para peniru, kita adalah para peniru, diakui atau tidak
kita para peniru.
Sehingga untuk menjadi manusia-manusia
terbaik diantara kita sekarang sangat tergantung dari tingkat keahlian meniru
kita dan tentunya siapa yang kita tiru. Apakah musisi, boyband, ilmuan, pejabat,
guru, pemain bola, aktor, bisnismen, ustad, jendral, atau rasul Alloh dengan
penjagaan-Nya yang terbaik. Mari gantungkan setingi-tinginya harap dan doa,
semoga kebajikan takkan kalah dari kemungkaran. Dekatkan diri, rekatkan hati,
rapatkan barisan, bersatu padu menghadirkan kebenaran. Sebagaimana para rasul
dan nabi, para tabi’in, khulafaurrasidin, Bukhori, Muslim, Anas bin Malik, Al-Ghazali,
Abdul Qadir Jaelani, serta mukminin para kekasih Alloh. Kita bukan para pemuda
yang cukup hanya dengan Dompet Dhuafa, Indonesia Mengajar besutan Anis Baswedan,
Sahabat Anak cetusan para mahasiswa, Kick Andy dengan inpirasinya, Black Innovation, Young On Top, Ayo Peduli,
atau kumpulan pejuang underground lain yang tak tersebutkan. Mulai gerakan akar rumput
sampai yang telah berhasil menginspirasi banyak tangan untuk turun bergerak menyingsihkan
lengan.
Mengapa harus menjadi gerakan
sosial?. Karena kebanyakan orang yang melakukan sesuatu untuk hal-hal bersifat
sosial lebih memiliki hati yang ikhlas dan damai. Bahkan sudah banyak riset
yang menyebutkan, para sukarelawan gerakan sosial memiliki frekuensi umur yang relaitif
lebih panjang dibanding manusia yang menyibukkan diri dengan kemelut dunia isi
perut. Merendah-rendahkan diri demi lembar-lembar bergambar. Guru kita telah
berpesan kepada kita dengan penuh ketegasan, “Barangsiapa yang dalam berhidup
hanya memikirkan isi apa yang dimasukkan kedalam perutnya, drajatnya tidak
lebih dari apa yang keluar dari perutnya”. Dengan menerapkan pada diri sendiri,
Membaca Sejuta Buku akan secara langsung menyadarkan kita bahwa sesungguhnya nasehat
adalah suatu kebutuhan. Sebagaimana primernya sandang, pangan, dan papan yang
sudah ditanamkan di otak-otak kalian saat SD. Sedangkan mulai berhenti perlahan
para orang bijak yang menerjemahkan ilmu dan pengetahuan sebagai kebutuhan. Sebabnya
mungkin sedang termarjinalkan dan tergeser oleh nilai yang jungkir balik dimana
menjadi mainstream dilingkungan kita
Kayakan khasanah pengetahuan
kita, lebarkan horison kecerdasan, luaskan cakrawala ilmu kita. Supaya tercermin
dari apa yang dilaku ucapan, hati, dan perbuatan yang selaras. Sulit?, tentu
sebagai mana menghncurkan suatu bangunan kebajikan selalu lebih mudah dari pada
membangun. Memang cara manusia menjalani hidup berbeda-beda, ada kala
membanggakan, unik, aneh, menjengkelkan, komedif, dsb. Kadang pagi sholat
Dhuha, siang mengaji, malam dugem dan party
bareng orang-orang gila. Kadang malam tahajud, pagi menjadi guru, sore
menggunjing orang. Dan sebagainya penampang wajah dunia. Oleh karenanya, saling
mengingatkan adalah jalan terbaik demi terkukuhkanya persatuan dan kesatuan. Ini
memang tentang learn, learn, and learn. Tentang read, read, and read. Baca,
baca, dan baca. Membaca sampai mati!. Jangan berhenti belajar!. Sesuatu yang
benar-benar harus ditanamkan di kepala setiap anak negeri. Yang nantinya akan
menyandang gelar dan meneruskan tongkat estafet kita melewati garis finis. Bagi
kehidupan yang lebih cerah. Siapa lagi yang akan merebut piala kemenangan,
kalau bukan kita. meskipun kita hanya sementara singgah dibumi karya Tuhan ini.
Salam “Membaca Sejuta Buku”!!!,
“Reading a Million Books”!!!
By : The
Running baby
International
relation scholar
No comments:
Post a Comment
Please comment by your kindness....thanks for your visit... : )