Saturday, August 17, 2013

Negara tanpa nama, atau Indonesia





Negara tanpa nama,
atau Indonesia




“Independence is an attitude”

Begitu tenang hari ini sampai tiada sendu terasa mengikuti penakjuban perjuangan para pahlawan. Negara ini sebagaimana dibangun dengan keringat perjuangan kerja rodi, dibayar dengan darah, disemen dengan mayat, bertiang bambu runcing, penghambaan tendensius, lebih dari 350 tahun kungkungan, revolusi, reformasi, kecacatan birokrasi, nyawa para mahasiswa, smpailah pada hari ini. Hari dimana kita merasa lebih bebas dari pada 200-300 tahun lalu, hari-hari itu yang berlalu dengan kemunafikan, berlalu dengan naïf. Otak ku sayat, jiwa kurobek, mata ku silet, kuping ku tabok, demi mengingat kembali yang telah terjadi, melawan lupa, mengenang lagu lama. Lagu yang sering diputar di sawah, kios-kios kecil masa itu, gedung-gedung tua rajutan veteran berarsitektur eropa, Koran bawah tanah, organisasi tikus, penyusun mimpi yang telah dan telah menjadi kenyataan.


Jika engkau, aku, dia, mereka, tahu benar, membaca dalam-dalam, dan menjadi orang yang tidak lupa akan bersyukur, akan jasa besar, keringat  yang merah merona, gemuruh dimedan perang yang tak perduli kala senja ataupun gelap gulita. Tentu mereka para wakil peradaban bagian nusantara : Hatta, Tan Malaka, HOS Cokroaminoto, Amir Syarifudin,  Singodimejo, A.H. Nasution, Imam Bonjol, Achmad Soebardjo, Sayuti Malik, dan Soekarno dkk tersenyum. Antara ada dan tiada, antara bahagia dan sengsara, hidup dan mati, mulia dan hina yang amat spekulatif fluktuatif. Walau-walau para cendikiawan, ahli sejarah, pelaku perjuangan seringkali berdesas-desus bahwasanya kenikmatan kemerdekaan yang kita emban semasa kontemporer ini ialah hanya sebuah hadiah kecil dari pengkolonial, yang pemberianya adalah tidak sengaja. Pasca 6 dan 9 agustus Hirosima dan Nagasaki pesta kematian, lalu dengan sedikit sekenario petak umpet penculikan supaya soekarno segera proklamasi. Alhasil 17 Agustus 1945 terucaplah dari mulut, kecapan gigi, nafas keteguhan paru-paru, separuh belahan jantung bapak proklamator kita Soekarno di atas rumah yang sekarang menjadi Universitas Bung Karno, Jl. Pegangsaan Timur No.56. Dan Indonesia menjadi sebuah Negara yang memenuhi persyaratan sebagaimana Konvensi Montevideo 1933. Pertanyaan mendasar yang patutnya kita pertanyakan juga pada diri sendiri. Di HUT RI yang ke 68. Merdeka!!!. Sedikit reposting kecil….

 
 
Mungkin jika Twitter ada pada 1945 kala itu




“Apa makna kemerdekaan bagi Anda?”…..


Neil Amstrong :         Kemerdekaan adalah saat aku bisa pergi ke luar angkasa dan mengunjungi semua planet.
Max Weber :                Kemerdekaan adalah saat masyarakat bebas melakukan apapun tanpa memngganggu individualism orang lain. Tanpa kolonialisme, imperialisme.
Adam Smith :           Kemerdekaan adalah saat invisible hand benar-benar terimplementasikan. Dan keijakan ekonomi sepenuhnya diserahkan pada pasar tanpa campur tangan pemerintah.
Abraham Lincoln :    Kemerdekaan adalah saat ras kulit hitam dan kulit putih kompatibel.
Alfa Edison :              Kemerdekaan adalah saat saya bisa belajar dan melakukan penelitian tanpa henti demi inovasi tanpa batas.
JuPe :                           Kemerdekaan adalah saat dimana Gue bisa tampil Sexy dan merayakan kebebasan belah duren.
Socrates :                   Kemerdekaan adalah waktu dimana setiap yang berjiwa dan berakal bebas berpikir.
SBY :                          Wah, saya prihatin kalo rakyat merdeka, gue kan mafia Berkeley.
Anak genk :               Kemerdekaan adalah saat gua bebas ikut ekskul tawuran, maen game online, PS 3, dan punya gaya ala Rocker atau Rasta.
Einstein :                   Kemerdekaan merupakan E=MC2 . Berpacu dengan rumus-rumus dan berkesempatan bersaing sampai titik darah penghasisan meski memiliki keterbelakangan mental….
Gus Dur :                    Merdeka ya Merdekaa…gitu aja kok repot….
Pak Kiai :                   Kemerdekaan adalah saat Islam telah terpatri ditengah-tengah masyarakat, setiap manusia beriman dan bertaqwa, Al-qur’an dan Hadits dibaca serta diamalkan, semua orang mengerti tauhid, lalu pergi menghadap Rabb-nya dalam Kekhusnul Khotimahan.
Tukul :                        Kemerdekaaan? …kembali ke leptop!
Filsuf :                        Diam adalah bahasaku…
Soekarno :                  Kemerdekaan = Marhaenisme
Tanyai juga :             Voltaire, Ary Ginanjar, Sule, Kabayan, Maudi Ayunda, Ahmad Dhani, Megawati, Hatta Rajasa, ARB (Asal Ra Bakrie), Yesus J., Robert T. kiyosaki, Archimedes, Ivanovsky,  Machiavelli, daaan…

Dan Saya berkata :   Kemerdekaan adalaah….
Lalu bertanya padamu, apa versimu?...
Wahai para pahlawan, do’a kami mengalir untukmu….
Untuk semua pahlawan bangsa ini….Alfaatihah….  : )


Dari : Bayi berlari
Mahasiswa Hubungan Internasional

No comments:

Post a Comment

Please comment by your kindness....thanks for your visit... : )