Monday, February 9, 2015

LetToi






LetToi








“Lahir, Astromedoi City, Goner Province, Mea States, Bulan.
19 Herosoi 00012…………………”
Seseorang yang lahir dibulan, mampir kebumi jalan-jalan.
Lalu menulis catatan :

Dear, everyone…
Saya tidak tau mengapa ruang itu begitu memikat hati manusia. Eye catching. Seperti mengandung unsur magis yang sangat kuat. Mistis. Dalam hati saya bertanya-tanya, “Apakah tempat itu dikeramatkan?. Ruang itu, tempat yang sempit itu, telah menjadi bagian hidup tak terpisahkan bagi umat manusia dalam term: penting. Dengan beberapa item-item benda yang kadang di bawa keluar-masuk, atau boleh saja ditiggal didalam sana. Jika para pengunjung memutuskan meninggalkanya di dalam, mereka akan mengisi ulang beberapanya saat habis---isi, ulang, isi, ulang. Masing-masing mereka membawa sendiri-sendiri: sebagai wujud penghormatan, jarang yang menggunakanya bersama. Apalagi tidak membawa. Begitu kata juru kunci tempat itu.

Saya akan tidak begitu yakin, jika orang-orang berkata barang-barang itu dibawa sebagai sesajen. Di zaman yang semodern ini, ya apa masih ada saja orang-orang tolol yang melakukan hal semacam itu. Bangsa kita terlalu beradab jika harus dibanding-bandingkan dengan bangsa pagan zaman Yunani kuno atau masa animism dan dinamisme Nusantara Jowo. Saya tidak tahu, saya hanya menduga. Tapi, menurut beberapa orang yang saya tanyai, tujuan mereka kesana, adalah untuk melepas salah satu beban hidup.

Seperti seseorang yang tidak mau disebut namanya ini :
“Maaf pak, berkenankah jika saya bertanya?”, kata saya.

Bapak itu, sambil bersedekap takzim, menjawab, “Hooh tentu, dengan senang hati, tapi cepat ya, banyak yang ngantri….”

“Hmm, sebelumnya maaf pak, saya tidak bermaksud menyinggung. Tapi kalau boleh tahu, untuk apa setiap hari bapak pergi ke ruang itu?.

          Mukanya memerah. Saya pikir dia tersinggung. Dia seolah mengendapkan nafas yang tertahan, atau mungkin juga menahan kata-kata kasar yang terpicu terlontar ke wajahku.
“Intinya deek, melepaskan beban. Titik.” Begitu jawabnya. Singkat, padat, dan masih membuat hati terpikat. Kepenasaran itu belum usai.


          Kabarnya manusia punya kebiasaan berbeda-beda saat didalamnya. Mungkin semacam ritual-ritual khusus. Saya tidak tahu, saya hanya menduga. Tapi pagi itu, tampak seorang masuk ke ruang itu, saya mengamatinya dari luar, terdengar dia bernyayi. Ketika dia keluar, mencuat kalung salib dari kerah lehernya. Siang harinya, seorang gadis Bali masuk, saya bisa tahu dari pakaianya yang khas, memakai kemben. Dengan bunga kamboja kuning ditelinga dan beberapa butir beras tersemat dikening, saya tau pasti dia orang hindu. Nah, lalu apakah orang tadi pagi itu seorang kristiani. Buktinya dia bernyanyi didalam, dan memakai kalung salib. Ah, apakah ruang itu dikeramatkan oleh manusia lintas agama.


          Lalu sorenya, erat semakin keyakinan itu, saya melihat seorang biksu gundul masuk tanpa permisi, sama seperti dua orang sebelumnya. Apa gerangan yang dilakukan tiga orang dengan agama berbeda itu, di ruang aneh itu. Ruang yang sama. Lantas, menjelang magrib, saat sebentar lagi adzan berkumandang, tiba-tiba H. Jupri berlari tunggang langgang menuju tempat idaman itu, seolah sesuatu berbahaya mengancamnya, tapi saya tetap pada praduga utama, “Pasti melepaskan beban”. Benar-benar aneh, ritual jenis apa ini, mendekati ruang itu Ustadz Jupri komat-kamit terlihat membaca suatu mantra-mantra khusus. Lalu, bergegas memasukinya. Waah, ini benar-benar kelewatan saya pikir, dunia mulai tidak masuk akal. Terjadi krisis manusia waras, ini lebih berbahaya dari dari krisis moneter. Tahayul seperti ini lebih berbahaya dari inflasi. “Apakah manusia-manusia sedang mengalami tren mencampur adukan agama….?”. “Apakah pakem-pakem sebelumnya telah berubah?”. Saya tidak tahu, saya hanya menduga.


          Tiga hari berlalu, saya masih penasaran. Tapi tiga hari ini, kudapatkan informasi penting lanjutan tentang tempat ajaib itu. Kabar terbarunya, semua manusia yang datang kesana minimal berhasil melepaskan satu beban hidupnya. Saya berpikir, “Hmm…pantas saaja, dengan barokah seperti itu, siapa manusia yang tidak tertarik”.

          Padahal secara arsitektur, tempat itu biasa saja. Tempat itu tidak mengandung ornament European atau kemewahan. Benar-benar biasa saja.

Hal lain yang membingungkan, di tempat itu, selain dari dapat kita dengar suara orang-orang menyanyi, kadang seseorang dapat juga mendengar suara terompet bertubi-tubi menggema. Tidak begitu keras, tapi cukup untuk mengkonklusikan itu suara terompet. Keanehan lainya, akan sering muncul bau-bau menyengat hidung dari ruang itu, kadang sangat wangi, kadang pula sangat busuk. Lalu ada juga, kadang kala, segelung asap mengebul-ngebul dari sana. Mungkin asap dupa, ya, dupa, orang cina. Tepatnya Konghucu.


Entahlah, apa yang dilakukan orang-orang didalam sana. Sejak penasaran itu muncul, saya belum sekalipun memasukinya, tapi saya berencana. Alasanya sederhana, saya takut jangan-jangan itu tempat penistaan agama, atau juga saya mungkin betah dengan bau wanginya, tapi tidak busuknya.


Lantas, desas-desus yang beredar dimasyarakat, cerita-cerita di warung-warung, bahwa tempat itu banyak menghasilkan ide-ide brilian sepanjang sejarah umat manusia. Sakral. Ada tindak-tanduk tertentu saat keluar dan masuk. Karena tempat itu membawa lega para manusia, begitu alasanya. Saya tidak bermaksud hiperbola, tapi begitulah. Di sana. Orang mampu berpikir keras, lebih dari apa yang dapat mereka lakukan di dalam kelas. Orang dapat merenung, lebih dari apa yang dapat dilakukan petapa di gunung. Bahkan seseorang yang yang tidak pernah berminat untuk berpikir sekalipun, yang sangat jauh dari nilai-nilai rasonalitas, yang tidak pernah dibebat dalam prinsip-prinsip filsafat, akan tetap terpaksa berpikir jika, mereka memasuki tempat itu. Betapa luar biasanya, jika demikian, tentu manusia akan cerdas. Entahlah, mana yang lebih tepat, berpikir atau melamun.


Kabarnya, tempat itu mencuatkan ketenangan. Manusia dapat menyentuh hati yang paling dalam. Menenangkan pikiran. Menikmati rasa aman. Melepaskan beban. Bahwa hampir semua orang yang keluar, dari sana, “merasa lega”. Ada hal-hal yang menjadi pelajaran jika manusia berani berkorban. Ada memberi, ada diberi. Ada memasukan, ada mengeluarkan. Tidak ada yang berantakan jika manusia memperhatikan kesimpulan. Mereka akan bersyukur setelah bertafakur. Setelah selesai melepaskan beban, mereka akan berkata, “Aaah....aku dapat ide brilian”. Lalu bersyukur, “Terima kasih Tuhan”.
 
“Dan saya, masih penasaran…..”


Akhirnya dengan segenap kehati-hatian saya putuskan. Memasukinya dengan segala pengamanan. “Dan tahukan apa yang kudapatkan?”. Sama sekali tidak ada yang riskan. Semua dugaan salah kubuang dalam satu buntalan. Buntalan ketidakperluan. Jangan percaya perkataan dugaan, masuk sendiri saja dan buktikan. Kelegaan mendatangkan segala pengertian. Bahwa setelah kesulitan, pasti ada kemudahan. Jelek-jelek ruang ini kita butuhkan. Ini hanya ruang buatan. Penghasil jutaan ide pemikiran. Bukan sebuah jalan menyembah setan. Kita hanya perlu menjaga perbuatan, saat berada disana sepanjang zaman. Saya menemukan beberapa kubangan yang mengalir pelan-pelan. Dan sebuah yang tetap dalam jamban.

Saya keluar.





Sekarang Saya mengerti, manusia kini menyebutnya kamar mandi. Tapi memanggilnya dengan nama samaran yang mengucapkanya bikin susah melet……..”Toilet”.







- Cangkir Kertas –
“…Fiksi rasa kopi…”








By : The Running baby
             International relation scholar


No comments:

Post a Comment

Please comment by your kindness....thanks for your visit... : )