It’S was SociEty
“Cara terbaik menyampaikan kebaikan adalah,
menjadi baik” –
Anonymous -
Bagi seorang sosiolog, masyarakat adalah objek utama
didalam mengamati dan memahami dunia. Menurut kebanyakan dari mereka, selama
masyarakat masih ada ilmu pengetahuan pun masih terjaga. Karena didalam
masyarakat tertinggal berbagai jejak-jejak sejarah dan folklor. Sebagai manusia
berakal kita juga memahami bahwa diri kita terhubung satu sama lain. Kita
dengan keluarga, kita dengan tetangga, kita dengan desa sebelah, kita dengan
negara ini, atau pula kita dengan manusia dari seluruh dunia. Kita tentunya memiliki
pandangan serta gambaran didalam hati kita. Begitu juga mereka, juga memiliki
pandangan serta gambaran dihatinya tentang diri kita. Sebab itu terdapat
ungkapan, “Kita adalah seperti apa yang kita ucapkan dan lakukan. Maka dari itu
menurut saya, kita sering melihat sesuatu bukan sebagaimana sebenarnya.
Mereka para pemikir-pemikir
keras dan filosof-filosof tangguh yang sering kita temui membawa berbagai ide
positif ke tengah-tengah masyarakat pun kiranya amat sangat penting sekali
memahami tentang seluk-beluk masyarakat. Dimulai dari bentuk sederhananya
sampai yang paling kompleks sekalipun. Kalau masyarakat kita ibaratkan sebagai
tubuh tentu akan sangat mudah dicerna otak. Sebagaimana tubuh, masyarakat juga
mengalami; pertumbuhan, perubahan, kesehatan, kesakitan, tua, muda, tersistem,
terintegrasi dari berbagai organ, dan bisa juga kematian. Mulai dari pola
masyarakat korak yang pada akhirnya membuat Indonesia setengah telanjang, sebab
dicabuli secara paksa sendi-sendi nilai dan normanya. Sampai pola masyarakat
madani sebagai bagian tak terpisahkan dari Rosululloh Saw. yang kita cintai
bersama.
Sebagaimana para guru telah ucapkan, “Rosulullah tidak mulai dengan membangun negara dulu didalam membentuk sebuah model integrasi atau integritas, tapi Rosululloh memulai dengan membangun masyarakat”. Rosululloh mulai berdakwah mouth to mouth, door to door, telinga demi telinga, manusia demi manusia, individu demi individu. Rosululloh mempersatukan mereka yang tercerai-berai dengan berbagai jutaan tujuan semunya menjadi bervisi tunggal, iyaitu menegakkan agama Alloh. Barulah ketika masyarakat sudah terbentuk amat kuat sebagai pondasi dari kehidupan berbangsa dan bernegara, beliau mulai mendirikan negara. Sehingga dengan wawasan persatuan dan kesatuan yang terbentuk, serta agama yang membumi pada awalnya masyarakat tersebut menjadi tiang yang kokoh. Namun, integritas tersebut tentunya tidak lepas dari pembangunan asas-asas keimanan dan keilmuan sebagai sumber serta parameter kepantasan atas kemuliaan dan kesejahteraan. Maka saya dan anda wajib katakan, pembangunan masyarakat lebih penting daripada pembangunan negara.
Jadi kalau anda tukang mencibir atau ahli gosip, atau pengumpat yang rajin, senonoh mengumpat negara yang compang-camping. Sesungguhnya negara itu jadi bejat karena masyarakatnya jadi bejat. Dan barangkali termasuk saya sendiri. Visi kita tercerai berai, hidup untuk kepentingan partai, hidup untuk kepentingan pribadi, hidup untuk kepentingan jabatan, hidup untuk kepentingan uang haram, sampai hidup pun bertanya, “Apakah aku setara dengan mereka?”. Islam selalu menekankan pentingnya jama’ah dalam membangun peradaban, pentingnya jama’ah dalam mengurus kepentingan-kepentingan ummah. Seperti seekor anak ayam yang mulai keluar dari kandang, anak manusia yang melepas ikatan terbatas keluarganya menuju komunitas yang lebih besar lalu bermasyarakat. Ibarat menjatuhkan satu tetes air hujan kelautan.
Memang setiap suku, bangsa, atau negara selalu memiliki pola budayanya sendiri. Tinggal melihat dari akar sejarah mana peradaban mereka berasal. Yang mana hampir bisa dikatakan tidak ada sama sekali satupun yang persis sama. Pada akhirnya mereka seolah-olah saling membutuhkan budaya sebagaimana butuhnya terhadap makanan dan minuman. Lalu budaya terkesan diperjualbelikan. Tentu aktornya adalah penjual dan pembeli. Pertanyaanya, “Siapa yang telah menjual budaya?, Dan siapa yang telah membeli budaya?. Kalau anda menimbang dan menghitungnya secara rinci, tentu anda setuju tanpa berbelit-belit Indonesia adalah termasuk pembeli dilihat dari berbagai aspek. Lalu Amerika, Eropa, dan Asia Timur seperti jadi panutan dalam berbuadaya. Bukannya membeli tidak boleh atau tidak baik. Belilah secara teliti juga perhatikan kualitasnya. “Jangan membeli kucing dalam karung kaan?”. Ingat, budaya madani adalah juga sebuah kebutuhan, kebutuhan saya bilang bukan keinginan. Dan hal itu adalah hasil dari akumulasi dan pertautan tindakan-tindakan pribadi kita, disadari ataupun tidak.
Jangan ganggu yeah |
Pasalnya, budaya kita sudah menjadi momok bagi setiap ibu yang paham dan berbudaya bahwa diluar sana adalah tempat yang sangat buruk untuk melepas anak-anak ayam mereka yang begitu mungil, lucu dan menggemaskan, imut lagi. Sayangnya itu wajib dilakukan, kecuali ada ibu yang mau anaknya mengalami keterbelakangan atau parahnya idiot atau sekedar terkucilkan oleh masyarakat. Sebagai pembangun utama karakter bangsa (tukang peradaban) mereka tau, budaya mereka beracun. Parahnya, racun itu terlihat seperti madu kawan. Sampai -memang sudah seharusnya- mereka menerjunkan anak-anak mereka ke medan masyarakat persis seperti menerjunkanya ke medan perang. Dihiasinya anaknya bak badut atau koboi berkuda dengan baju besi dan tameng sebagai aplikasi anti-racun (bukan anti-virus) yang diinstal di otak-otak mereka untuk menangkal serangan itu. Lucunya, mereka melepasnya dengan ritual membakar menyan lengkap beserta jampi-jampi akademis dan teriakan lantang, “Enyahlah kau demit-demit, setan-setan alas, kuntilanak, pocong, gendruwo, tuyul, jin ifrit yang bersemayam di otak-otak orang sinting”, “Jangan ganggu yeah, pergilah kau setan, jangan gangguuu”, sambil nyanyi dan joget sedikit bos.
Revitalisasi
Sosial
Sekarang kalau banyak orang
risau dan merasa tingkat keamanan sosial kita rendah atau mungkin juga anda
menganggap tidak. Tentu, Ada sesuatu yang salah pada diri kita. Ya kalau anda
menganggap tidak, saya mengajak kembali anda untuk bertanya lagi, toh tidak ada
salahnya. Lalu apa yang salah?. Mari bersama-sama perhatikan lingkungan kita
sendiri ; kehidupan remaja, provokasi media, birokrasi jumud, kongkalikong
partai, perang bendera, kemiskinan, kriminalitas, gizi buruk, atau anda merasa
biasa saja dengan itu. Tidak mau tau apapun tentang itu, cobalah merasakan
kelamnya hidup sebagai kaum marjinal. Mungkin apa yang telah banyak dilakukan
oleh pemangku tanggungan negara ini tak cukup sempurna berdampak pada
kasus-kasus sentral masyarakat kita. Tapi setidaknya kita harus juga menunjukan
penghargaan kepeda mereka. Meskipun toh hal-hal utama yang diujung perdebatan
mulut-mulut kita tetaplah itu-itu saja. Kemiskinan, keterbelakangan, buta huruf,
degradasi moral, distorsi diskursus, dan yang paling busuk bagi wartawan media
TV, radio, koran, pastinya KKN dan KKN lagi.
Yaa, silakan tertawa sepuas-puasnya, toh memang itu yang terjadi di negeri ini. Bosan mendengar kata itu?, jangan bosan sebelum berhasil merubahnya. Negara ini sejak dari dulu sudah mengiklankan, bahwa “Dicari, Superman yang mampu merubah negara bebas korupsi, bebas kemiskinan, pencipta kesejahteraan, gaji 1 miliar, hub : 1nd0n3514 83n70”. Anda berminat?, siapkan ijasah, sertifikat, surat rekomendasi, SKCK, keterangan bebas narkoba min-RSUD, formulir, dan surat keterangan miskin, serta SKKKS (Surat Keterangan Kepemilikan Kekuatan Super). Faktanya Superman Cuma dongeng pengantar (bukan tidur) mati. Melihat daftar panjang pada struk kecacatan tanpa mengintip kelebihan tentu juga kurang bijaksana. Dan takkan ada ksatria ala templar yang akan mampu merubah semua otak warga negara ini menjadi sama warasnya dalam satu waktu yang sama. Bisa-bisa polisi, jaksa, hakim, panitera, pegawai pengadilan, KPK, brimob, PM, sapol PP, seketika jadi pengangguran. Merubah kain hitam menjadi kembali putih pastilah lebih sulit daripada merubah kain yang sekedar kumal (karena noda biasa) menjadi kembali putih.
Kalau saja Pancasarap bisa diubah kembali jadi Pancasila. Tau apa itu panca sarap?. Inilah Pancasarap ; 1. Keuangan yang maha Esa, 2. Kemanusiaan yang dzolim dan biadab, 3. Pengaduan Indonesia, 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh penjahat kebajingan dalam permiskinan penjahilan, 5. Kedzoliman sosial bagi sebagian rakyat Indonesia. Jika ingin merevitalisasi masyarakat kita dihadapkan pada berbagai komponen, fungsi, organ, sistem, asas, struktur, pilar-pilar atau pondasi-pondasi nilai dan norma yang harus disehatkan kembali. Komunikasi adalah salah satunya. Dimana mestinya berbagai tempat yang secara fungsional generator sosialisasi seperti masjid, PKK, taman kota, karang taruna, klub-klub hobi, organisasi, partai, kampus, sekolah, TPQ, atau pasar dapat secara efektif merawat poros utama kesejahteraan. Pasar misalnya (mall, outlet-outlet bintang lima, pasar tradisional, komunitas PKL), seharusnya kita datang ke pasar bukanlah hanya membawa filosofi atas nama materialisme. Akan tetapi, juga memperlancar proses komunikasi sosial antara penghuni masyarakat sendiri. Buruh, mandor, manajer, PNS, birokrat, pengemis, bos, pejabat tinggi, ibu rumah tangga, dan dari segala strata sosial bisa merekatkan visi bersama.
Sangat sulit merubah pola pikir masyarakat desa menjadi masyarakat kota. Atau sebaliknya, masyarakat kota menjadi masyarakat desa. Karena di satu sisi selalu terjadi tarik menarik. Saya tidak peduli anda mendukung yang mana. Yang jelas jika anda benar, saya juga akan mendukung anda. Jika semua wacana propagandis hanya mengarah pada etos kerja materialisme tentu manusia akan pasti hanya menjadi robot pabrik-pabrik. Dan bagi mereka, berbelanja adalah olahraga yang indah. Ketahuilah, perubahan sosial bisa terjadi dari sikap komunal menuju individu, atau sebaliknya sikap individu yang menarik gerakan komunal. Artinya cukuplah secara sederhana kita merubah diri sendiri saja, masing-masing, maka jelas sudah logika membawa pada pertautan sosial yang indah. Sebenarnya cara terbaik menyebarkan kebaikan adalah dengan menjadi baik. Itulah intinya, menjadi baik. Mengandung sedikit tekanan kecil bagi para tukang ngoceh juga.
Tampak sudah banyak gerakan
yang dilakukan dari arah komunal, tapi efeknya?. Kita butuh sedikit dorongan
dari sisi individu juga kawan agar semua sumbangnya suara kebaikan yang tak
berdampak jadi lebih berimpak. Khusushon bagi para orang tua yang sedang
berusaha menikmati masa bebas kembali, masa bertenang sambil menunggu mati,
saya punya alternatif spesial. Mengisi TTS alias teka-teki silang. Saya suka
melakukan hal ini sewaktu SMP dan beberapa waktu saat SMA, sekali beli langsung
beberapa edisi atau volume bos. Beberapa waktu lalu saya menemukan Kompas juga
sekarang menyediakan paket-paket buku besar kumpulan TTS, silakan cari di Gramedia.
Kenapa hal ini baik?, karena dapat menjaga daya ingat, menstabilkan pikiran bin
otak, mempercepat daya tangkap, mempermudah proses berpikir, menambah wawasan,
dan itu cukup untuk menjaga diri orang tua tetap terjaga plus aman sentosa. Sebuah
alternatif yang aneh.
Saya hanya berusaha merambah pembahasan sosiologi secara simpel, dan menyajikanya secara sederhana. Disegmentasikan dan diramu untuk orang-orang setengah awam, masyarakat kurang terpelajar. Semoga tulisan ini mewakili, mempelajari sosiologi tidak terkesan sulit, rumit dengan berbagai teori, dan membosankan. Keep reading calmly, woles meen.
By : The
Running baby
International
relation scholar
No comments:
Post a Comment
Please comment by your kindness....thanks for your visit... : )